infoindonesianews.com– Seorang korban penganiayaan dalam kasus Pasal 351 juncto 170 KUHP merasa kecewa dengan kurangnya transparansi dari Pengadilan Negeri (PN) Bulukumba.
Korban, Raden Muhammad Ibrahim, menyampaikan bahwa dirinya tidak menerima pemberitahuan terkait sidang putusan kasus yang menjerat pelaku penganiayaan tersebut.
Raden mengungkapkan bahwa ia hanya diundang pada dua sidang awal. Setelah itu, hingga vonis dijatuhkan, ia sama sekali tidak mendapat informasi resmi.
“Seolah-olah putusan itu dirahasiakan. Saya tidak tahu apa-apa sebagai masyarakat kecil jika tidak diberi pemberitahuan dari pengadilan,” ujarnya pada Minggu (22/12/2024).
Kekecewaan pada Proses Hukum
Raden menyebutkan bahwa dirinya berharap pihak pengadilan lebih transparan dalam menyampaikan informasi, terutama kepada korban.
“Saya mendengar putusan sudah ada, tapi hingga kini belum ada pemberitahuan resmi. Seharusnya kami sebagai korban dihargai dengan diundang saat sidang putusan,” tegasnya.
Meski kecewa, Raden tetap mengedepankan nilai kekeluargaan. Ia juga berharap agar penyidik Polsek Bontobahari bekerja secara profesional tanpa pandang bulu.
“Saya hanya berharap semua pihak menjalankan tugas mereka dengan baik, terutama dalam proses hukum,” tambahnya.
PN Bulukumba Lempar Tanggung Jawab ke Kejaksaan
Humas PN Bulukumba, Andi Revil, SH, mengonfirmasi bahwa kasus dengan nomor perkara 171 telah diputuskan.
Namun, ia menyatakan bahwa tanggung jawab pemberitahuan hasil sidang berada di tangan Kejaksaan Negeri (Kejari) Bulukumba.
“Pemberitahuan kepada korban menjadi tanggung jawab jaksa. Jika korban hadir saat vonis, kami tidak lagi memberikan pemberitahuan. Namun, jika tidak hadir, jaksa yang seharusnya menyampaikan informasi tersebut,” jelas Andi Revil.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU), Refah Kurniawan, SH, menegaskan bahwa sidang bersifat terbuka untuk umum.
Ia menganggap korban memiliki kesempatan untuk hadir tanpa perlu pemberitahuan lebih lanjut.
“Korban dipanggil sebagai saksi, dan kehadiran mereka di sidang putusan tidak wajib,” kata Refah.
Refah juga menyebutkan bahwa miskomunikasi menjadi penyebab utama masalah ini.
Ia mengklaim telah menyampaikan hasil vonis kepada pihak penyidik Polsek Bontobahari untuk diteruskan kepada korban.
Penyidik Polsek Bontobahari: Bukan Tanggung Jawab Kami
Kanit Reskrim Polsek Bontobahari, Iptu Samsul Bahri, menyatakan bahwa tugas penyidik berakhir saat kasus dilimpahkan ke kejaksaan.
“Setelah berkas dilimpahkan, tanggung jawab pemberitahuan hasil sidang ada di pihak kejaksaan atau pengadilan,” ujarnya.
Korban Menuntut Perbaikan Sistem
Raden berharap agar ke depan PN Bulukumba lebih memperhatikan hak-hak korban dalam proses hukum.
Ia juga meminta agar pengadilan memastikan kedua belah pihak, baik korban maupun terdakwa, hadir dalam sidang putusan demi terciptanya keadilan.
“Sebagai masyarakat kecil, kami hanya ingin dihargai. Hak-hak korban harus dipenuhi, termasuk mendapat informasi yang jelas dan tepat waktu,” pungkas Raden.
Kasus ini menjadi sorotan terkait transparansi dan koordinasi antara aparat penegak hukum di Bulukumba.
Editor : Darwis
Follow Berita Infoindonesianews.com di Google News